Sabtu, 11 April 2020

Commodity dan Commodity Hedging

Wawan Setiawan Tirta
Commodity
Komoditas merupakan salah satu faktor penting di dalam proses produksi. Berbagai macam komoditas yang ada seperti kopi, terigu, gandum, emas dan minyak, diperdagangkan sebagai komoditas. Komoditas ini diperdagangkan secara terus-menerus pada bursa komoditas di seluruh dunia seperti , Winnipeg Commodities Exchange (WCE) dan New York Mercantile Exchange (NYMEX). Komoditas merupakan salah satu produk berjangka yang jumlah perdagangannya cukup besar. Hal ini terutama disebabkan oleh jenis dan jumlah produk komoditas yang diperdagangkan di bursa berjangka sangat besar. Produk komoditas secara umum dapat dibagi atas 2 jenis yaitu :
1. Hard commodity (komoditas yang tahan lama) seperti : emas, karet, minyak
2. Soft commodity (komoditas yang tidak tahan lama) seperti: kopi, jagung, kacang merah, kacang kedelai.
Karena komoditas diperdagangkan dalam bursa, maka harga dari komoditas tidak ditentukan oleh individu atau entitas tunggal. Di dalam bursa, komoditas diperdagangkan melalui kontrak berjangka. Kontrak ini mewajibkan pemegang kontrak untuk membeli atau menjual suatu komoditas pada suatu harga tertentu yang telah ditentukan pada tanggal delivery di masa depan. Tidak semua kontrak berjangka sama, spesifikasinya akan berbeda tergantung dari komoditas yang diperdagangkan.
Harga pasar dari sebuah komoditas yang dikutip dalam berita seringkali merupakan futures price dari masing-masing komoditas tersebut. Seperti halnya equity securities, futures price dari komoditas ditentukan terutama oleh permintaan dan penawaran atas komoditas tersebut di pasar. Sebagai contoh jika penawaran minyak meningkat, harga satu barrel minyak akan menurun. Sebaliknya jika permintaan minyak meningkat, harga dari minyak akan meningkat. Ada banyak faktor ekonomi yang akan berpengaruh terhadap harga dari sebuah komoditas. Meskipun komoditas diperdagangkan menggunakan harga dari futures contract dan futures price, peristiwa yang terjadi saat ini akan mempengaruhi futures price. Sebagai contoh, jika cuaca di suatu daerah tertentu akan mempengaruhi suplai dari komoditas pertanian, maka harga dari komoditas pertanian tersebut akan terpengaruh secara langsung (Who sets, 2004).

Commodity Hedging
Istilah hedging atau lindung nilai umumnya lebih dikenal dalam rangka transaksi yang terkait dengan perbankan. Sebenarnya, hedging ini juga banyak dipakai pada transaksi perdagangan komoditas Dalam sejarahnya CBOT (Chicago Board of Trade) dibentuk pada tahun 1848 oleh para pengusaha pertanian di Amerika sebagai solusi atas fluktuasi harga komoditas biji-bijian (grains). Saat itu diperkenalkan transaksi forward contract yang kemudian berkembang menjadi futures contract. (Pakasi, 2006).

Dalam setiap kegiatan perdagangan, pengusaha selalu mengharapkan keuntungan, akan tetapi juga dihadapkan kepada risiko kerugian yang selalu melekat dalam kegiatan usahanya. Risiko umumnya berasal dari akibat perubahan harga barang, perubahan kurs mata uang, suku bunga, inflasi dan lain sebagainya. Untuk melindungi pengusaha dari risiko tersebut dapat dilakukan melalui hedging (lindung nilai) di bursa berjangka. Dengan melakukan lindung nilai, risiko tersebut dapat dialihkan (transfer of risk) kepada investor yang mengharapkan keuntungan dari perubahan harga di bursa berjangka.
Hedging adalah suatu kegiatan pengambilan posisi di pasar berjangka yang berlawanan dengan posisinya di pasar fisik. Dengan mengambil posisi yang berlawanan antara pasar berjangka dan pasar fisik, maka kerugian yang timbul akibat adanya fluktuasi harga di pasar fisik dapat dikurangi dengan keuntungan yang diperoleh di pasar berjangka, atau sebaliknya.
Hedging bukan kegiatan yang bersifat spekulasi karena untuk melakukannya dibutuhkan pengetahuan yang memadai dan perhitungan yang cermat. Dengan demikian sebelum melakukan lindung nilai perlu menentukan strategi yang tepat guna mencegah terjadinya kerugian.
Pada dasarnya harga komoditas primer sering berfluktuasi karena ketergantungannya pada faktor-faktor yang sulit dikuasai seperti kelainan musim, bencana alam, dan lain-lain. Dengan kegiatan lindung-nilai menggunakan kontrak berjangka, hedger dapat mengurangi sekecil mungkin dampak (risiko) yang diakibatkan gejolak harga tersebut. Dengan memanfaatkan kontrak berjangka, produsen komoditas dapat menjual komoditas yang baru akan mereka panen beberapa bulan kemudian pada harga yang telah dipastikan atau “dikunci” sekarang (sebelum panen). Dengan demikian mereka dapat memperoleh jaminan
harga sehingga tidak terpengaruh oleh kenaikan/penurunan harga jual di pasar tunai. Manfaat yang sama juga dapat diperoleh pihak lain seperti eksportir yang harus melakukan pembelian komoditas di masa yang akan datang, pada saat harus memenuhi kontraknya dengan pembeli di luar negeri, atau pengolah yang harus melakukan pembelian komoditas secara berkesinambungan. (Sekilas, 2006) Pengertian hedging di pasar komoditas adalah proteksi dari risiko kerugian akibat fluktuasi harga. Hedging ini dapat dilaksanakan melalui bursa berjangka dengan membuka kontrak beli atau jual atas suatu komoditas sejalan dengan perdagangan komoditas tersebut di pasar fisik. Para pelaku hedging ini biasa disebut hedger, yang terdiri atas hedger pembeli (hedge long) dan hedger penjual (hedge short).
Hedger pembeli umumnya berencana akan membeli komoditas di pasar fisik di masa yang akan datang. Untuk melindungi transaksinya dari fluktuasi, misalnya kenaikan harga di masa mendatang, hedger membeli kontrak berjangka saat ini dengan posisi buy (beli). Buying hedge umumnya dilakukan oleh kalangan eksportir, pengguna bahan baku seperti pabrik, dan sebagainya. Fungsinya terutama untuk menjaga kestabilan harga dan kontinuitas pasokan. Sebagai contoh, misalnya pengusaha pabrik sirop yang sangat bergantung dengan harga gula sebagai bahan baku utama. Bila diperkirakan harga gula akan meningkat, maka untuk menjaga kestabilan anggaran biaya, pengusaha tersebut dapat membuka kontrak beli komoditas gula berjangka sebagai bentuk hedging. Dengan demikian ketika harga gula naik, kerugian dari transaksi fisik dapat ditutup dengan keuntungan dari pasar berjangka. Hal yang sama dapat dilakukan juga oleh, misalnya perusahaan maskapai penerbangan, dalam mengatasi lonjakan harga bahan bakar avtur atau jet oil. Dengan adanya kepastian atas kestabilan harga komponen biaya utama ini melalui proses hedging akan mempermudah dilaksanakannya manajemen dan proyeksi keuangan perusahaan.
Hedger penjual atau hedge short adalah hedger yang akan menjual komoditas tertentu di pasar fisik di masa yang akan datang. Untuk melindungi harga penjualan komoditasnya, hedger akan membuka kontrak berjangka sekarang dengan posisi short (jual). Selling hedge biasanya dilakukan oleh para produsen, terutama para petani, dengan tujuan untuk melindungi dari kemungkinan penurunan harga komoditas pada waktu misalnya panen. Hedging jual ini dapat dimanfaatkan oleh para pengusaha pertanian atau koperasi-koperasi tani sehingga petani tidak mengalami kerugian pada waktu musim panen akibat turunnya harga di pasar fisik. Pelaku hedging ini, baik hedge long maupun hedge short, kemudian harus meng-offset (menutup) kontrak yang telah diambil pada waktunya. Jika hedger tadi mengambil posisi beli di pasar berjangka, maka dia harus menutup transaksi dengan menjualnya di bursa berjangka. Sedangkan hedger jual harus menutup kontrak dengan posisi beli di pasar berjangka.
Futures dan forward komoditas seringkali digunakan untuk meng-hedge exposure daripada harga komoditas. Ada dua persoalan yang muncul dalam hedging komoditas (McDonald, 2003), yaitu:
1. Quantity uncertainty
Meskipun kontrak futures dapat memberikan garansi harga per unit dari komoditas, dalam banyak kasus ada quantity uncertainty. Sebagai contoh adalah masalah hedging yang dihadapi oleh agricultural producer. Misalnya seorang corn producer ingin mengambil posisi pada corn futures untuk meminimalkan variabilitas dari pendapatan. Kendala yang dihadapi oleh corn producer tersebut adalah berapa banyak kontrak futures yang harus dijual, karena dalam hal ini kuantitas jagung yang akan diproduksi tidaklah pasti tergantung dari berbagai faktor lain seperti cuaca dan crop disease.
2. Basis risk
Basis risk merupakan masalah umum dalam komoditas karena adanya biaya penyimpanan dan transportasi serta perbedaan kualitas antara spesifikasi kontrak dengan komoditas aktual yang dibeli atau dijual. Hedging dapat dilakukan karena adanya keterkaitan yang erat antara harga komoditi di pasar fisik dengan harga komoditi di pasar berjangka.
Pergerakan harga di pasar berjangka dan di pasar fisik pada dasarnya berjalan searah (paralel), walaupun pada saat-saat tertentu posisinya mengecil atau membesar. Perbedaan di antara harga pasar fisik dengan harga pasar berjangka dinamakan basis. Faktor yang mempengaruhi basis tersebut diakibatkan oleh besar kecilnya permintaan dan penawaran, letak geografis, sarana transportasi, biaya gudang, kualitas. Dengan semakin mendekatnya bulan penyerahan suatu kontrak berjangka, harga di pasar fisik umumnya mendekati harga di pasar berjangka.
Mengecilnya selisih harga di pasar berjangka dengan harga di pasar fisik disebut basis kuat (strong basis), dan sebaliknya bila selisih harga di pasar berjangka dengan harga di pasar fisik membesar, keadaan ini disebut basis lemah (weak basis).
Lemah atau kuatnya basis suatu komoditi tergantung dari sedikit banyaknya permintaan dan penawaran dari komoditi yang bersangkutan. Umumnya basis yang lemah menggambarkan kelebihan penawaran, dimana harga di pasar fisik jauh lebih rendah dari harga di pasar berjangka. Sedangkan basis yang kuat menggambarkan kelebihan permintaan komoditi secara fisik, yang menyebabkan harga-harga di pasar berjangka untuk bulan-bulan penyerahan yang lebih jauh akan semakin tinggi dan harga di pasar fisik akan mendekati atau menyamai harga di pasar berjangka untuk bulan penyerahan terdekat.