Rabu, 29 April 2020

Kehidupan Masyarakat pada Masa Islam

Wawan Setiawan Tirta
Kehidupan Masyarakat pada Masa Islam

Islam masuk dan berkembang di Indonesia awalnya melalui hubungan perdagangan. Hal itu kemudian berkembang melalui perkawinan, pendidikan, politik, dan kebudayaan. Setelah berkembang agama Islam, kemudian memberikan pengaruh terhadap pola hidup masyarakat Indonesia.

1. Masuknya Islam Ke Indonesia
Sejarah mencatat bahwa kaum pedagang memegang peranan penting dalam persebaran agama dan kebudayaan Islam. Letak Indonesia yang strategis menyebabkan timbulnya bandar-bandar perdagangan yang turut membantu mempercepat persebaran itu. Kaum pedagang mengenalkan agama dan budaya Islam kepada para pedagang lain maupun kepada penduduk setempat. Maka, mulailah ada penduduk Indonesia yang memeluk agama Islam. Lama kelamaan penganut agama Islam semakin bertambah. Bahkan kemudian berkembang perkampungan pada pedagang Islam di daerah pesisir. Penduduk setempat yang telah memeluk agama Islam kemudian menyebabkan Islam kepada sesama pedagang, juga kepada sanak keluarganya. Akhirnya, Islam mulai berkembang di masyarakat Indonesia.
 Islam masuk dan berkembang di Indonesia awalnya melalui hubungan perdagangan Kehidupan Masyarakat pada Masa Islam
Agama dan kebudayaan Islam dibawa dan dikembangkan di Indonesia oleh para pedagang Islam dari Gujarat, Arab, dan Persia pada abad ke-7 M. Pendapat para ahli itu didukung oleh teori-teori sebagai berikut;

a. Teori Gujarat
Teori ini menjelaskan tentang peranan orang-orang Gujarat dalam menyebarkan agama dan kebudayaan Islam di Indonesia. Hal ini berdasarkan kesamaan bentuk batu nisan Sultan Malik as-Saleh yang wafat pada 1297 M di Pasai dan batu nisan Maulana Malik Ibrahim yang wafat pada 1419 M di Gresik dengan batu nisan yang berasal dari Gujarat, India. Salah seorang pendukung Teori Gujarat ialah W. F. Stutterheim.

b. Teori Persia
Teori ini dikemukakan oleh Husein Djajadiningrat ini menjelaskan tentang kesamaan kebudayaan yang berkembang di masyarakat Indonesia dan kebudayaan yang berkembang di Persia. Misal; peringatan Asyura (10 Muharam) sebagai peringatan mazhab Syah atas wafatnya Husein, cucu Nabi Muhammad SAW.

c. Teori Makkah
Teori ini menjelaskan tentang peranan orang-orang Arab dalam menyebarkan agama dan kebudayaan Islam di Indonesia. Hal ini berdasarkan bukti bahwa bangsa Indonesia sejak awal telah menganut mazhab Syafi’i yang sama dengan mazhab yang dianut di Makkah. Salah seorang tokoh yang menganut Teori Makkah adalah Hamka.


2. Persebaran Islam di Indonesia
Sekitar abad ke 7 Masehi, agama Islam mulai masuk ke kawasan Indonesia. Daerah yang pertama kali menerima ajaran Islam yakni Samudra Pasai yang terletak di Pesisir Aceh Utara. Selain Samudra Pasai, Malaka pun menjadi salah satu daerah yang banyak dikunjungi para pedagang muslim. Malaka memiliki letak yang cukup stategis dalam hubungan pelayanan dan Pedagangan Asia Timur, Asia Selatan dan Asia Barat.

Islam semakin berkembang ke berbagai daerah di Indonesia. Islam mulai tersebar ke wilayah Kalimantan Bara, Sumatera Selatan dan Pulau Jawa. sekitar tahun 1511, Malaka jatuh ke tangan Portugis yang membuat para pedagang lebih  memilih berpindah ke Aceh. Dari wilayah Aceh, mereka melakukan berbagai aktivitas perdagangan di sepanjang Pantai Barat Sumatera dan terus melewati Selat Sunda hingga di Pantai Utara Pulau Jawa. Hingga abad ke 18, ajaran Islam sudah semakin berkembang dan tersebar luas di berbagai kawasan di Indonesia, namun belum seluruh wilayah Indonesia yang menerima ajaran Islam.

Hal-hal yang turut menunjang proses penyebaran Islam di antaranya melalui perdagangan, pernikahan, pendidikan, politik, dan kebudayaan.
  • Melalui perdagangan, persebaran terjadi karena adanya interaksi antara pedagang-pedagang Islam dengan penduduk Indonesia. Atau sebaliknya, pedagang-pedagang Indonesia yang  melakukan kunjungan ke Arab.
  • Melalui pernikahan. Para pedagang Islam umumnya merupakan orang-orang kaya dan terpandang dengan budi bahasa yang santun dan jujur. Oleh sebab itu, penduduk setempat tertarik untuk menikahkan putri-putrinya dengan para pedagang muslim itu. Atau sebaliknya, para pedagang muslim yang menikahkan kerabat perempuannya dengan penguasa lokal. Karena pernikahan itu, maka terbentuklah keluarga Islam yang kemudian berkembang menjadi perkampungan muslim.
  • Penyebaran melalui cara pendidikan langsung, umumnya dilakukan oleh para ulama yang datang ke Indonesia untuk menyebarkan Islam. Para ulama itu kemudian mendirikan pesantren atau sekolah. Keberadaan pesantren dan sekolah pada akhirnya mengarahkan penduduk di kawasan itu untuk memeluk Islam.
  • Proses penyebaran Islam secara politis, umumnya melalui para penguasa. Karena mereka mempunyai pengaruh besar dalam masyarakat, maka keberadaannya sangat disegani oleh rakyat. Hal ini berakibat semakin luas pengaruh politiknya, semakin luas pula penyebaran pengaruh Islam.
  • Penyebaran Islam melalui cara kebudayaan, dilakukan oleh para tokoh dan seniman dengan menyisipkan ajaran dan nilai-nilai Islam dalam setiap pertunjukan kesenian. Dengan demikian Islam lebih mudah diterima, sekaligus memperkaya budaya masyarakat setempat.

3. Pengaruh Islam terhadap Masyarakat Indonesia
Masuknya kebudayaan Islam memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat. Indonesia. Perpaduan kebudayaan lokal dan Islam menghasilkan akulturasi dalam berbagai bidang kehidupan di Indonesia. Pengaruh kebudayaan Islam pada masyarakat tercermin pada berbagai bidang, antara lain sebagai berikut;

a. Bidang Politik
Dalam bidang politik masuknya budaya Islam, kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha mulai runtuh dan peranannya mulai digantikan oleh kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam. Dalam sistem pemerintahan rajanya bergelar Sultan atau Sunan. Nama raja juga disesuaikan dengan nama Islam. Dalam ajaran Islam menyebutkan bahwa manusia merupakan wakil Tuhan di dunia. ketika menjalankan roda pemerintahan, sultan didampingi oleh ulama.

b. Bidang Sosial
Dalam ajaran agama Islam tidak menerapkan sistem kasta serti agama Hindu. Hal ini menyebakan pengaruh Islam berkembang pesat dan mayoritas masyarakat Indonesia memeluk agama Islam. Begitu juga dengan sistem penanggalan, pada awalnya masyarakat Indonesia mengenal kalender Saka yang merupakan kalender Hindu. Dalam kalender Saka terdapat nama hari pasaran seperti pahing, pon, wage, kliwon, dan legi.

Seiring perkembangan Islam, Sultan Agung dari kerajaan Mataram menciptakan Kalender Jawa. Kalender itu menggunakan perhitungan seperti Hijriah (Islam). Sultan Agung mengganti nama bulan seperti Muharram diganti dengan Syuro, Ramadan diganti dengan Pasa. Nama-nama hari tetap menggunakan hari-hari sesuai dengan bahasa Arab dan hari pasaran pada Kalender Saka juga dipergunakan.

c. Bidang Pendidikan
Pada awal-awal masuknya Islam di Indonesia, mulanya pendidikan agama dilaksanakan di Masjid, Langgar, atau Surau. Pelajaran yang diberikan adalah membaca Al-Qur’an, tata cara peribadatan, akhlak, dan keimanan. Seiring berjalannya waktu, kemudian muncul pesantren yang merupakan pengadopsian dari agama Hindu. Pesantren adalah sebuah asrama tradisional pendidikan Islam. Siswa tinggal bersama untuk belajar ilmu keagamaan di bawah bimbingan guru atau sering dikenal dengan sebutan Kiai. Siswa diajarkan mendalami ilmu agama Islam sesuai dengan syariat-syariat agama Islam. Pesantren dalam bahasa Jawa memiliki makna seseorang yang mengikuti aktivitas gurunya.

d. Bidang Agama
Pada masa Islam, sebagian besar masyarakat di Indonesia menganut agama Islam. Meskipun demikian, masih terdapat masyarakat yang menganut agama Hindu-Buddha, atau menganut kepercayaan roh halus. Hingga saat ini, sebagaian besar masyarakat di Indonesia menganut agama Islam.

e. Bidang Kebudayaan
Adat istiadat dan kebiasaan yang banyak berkembang dari budaya Islam dapat berupa ucapan salam, acara tahlilan, syukuran, yasinan dan lain-lain. Dalam hal kesenian, banyak dijumpai seni musik seperti kasidah, rebana, marawis, barzanji dan sholawat. Kita juga melihat pengaruh di bidang seni arsitektur rumah peribadatan atau masjid di Indonesia yang banyak dipengaruhi oleh arsitektur masjid yang ada di wilayah Timur Tengah.


4. Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia
Kerajaan-kerajaan Islam dikenal dengan sebutan kesultanan dan rajanya bergelar sultan. Kesultanan Islam di Indonesia mulai berperan pada abad ke 13. Beberapa kesultanan Islam dengan tokoh-tokohnya adalah sebagai berikut.

a. Kesultanan Samudra Pasai
Kesultanan Samudra Pasai terletak di pantai timur Aceh (sekitar Lhokseumawe) dan berdiri pada abad XIII. Hal ini dibuktikan dengan penemuan batu nisan Sultan Malik as-Saleh yang merupakan sultan pertama di Samudra Pasai yang berangka tahun 1297. Sultan Malik as-Saleh memiliki nama asli Marah Silu. Beliau menikah dengan Langgang Sari, putri Sultan Perlak. Akibat pernikahan itu, kekuasaan Samudra Pasai semakin meluas hingga ke pedalaman. Samudra Pasai menjalin hubungan dengan Delhi di India. Hal ini dibuktikan dengan adanya utusan Sultan Delhi, yakni Ibnu Batula yang berkunjung ke Samudra Pasai hingga dua kali.

Dalam bidang keagamaan, Ibnu Batuta menyebutkan bahwa Kesultanan Samudra Pasai dikunjungi oleh ulama dari Persia, Syiria dan Isfahan. Ia juga menyebutkan bahwa sultan Samudra Pasai sangat taat beragama dan menganut mazhab  Syafi’i. Selain itu, Marcopolo menyebutkan bahwa masyarakat di daerah Perlak sebagaian  besar telah beragama Islam. Kesultanan Samudra Pasai mempunyai peran penting dalam penyebaran Islam di Asia Tenggara. Hal ini tampak pada upaya Samudra Pasai dalam menyebarkan Islam ke Malaka dan Patani.

Pada tahun 1521 M, Kesultanan Samudra Pasai dikuasai oleh Portugis, kemudian pada tahun 1524 M dikuasai oleh Sultan Ali Mughayat Syah dari Kesultanan Aceh Darussalam. Sejak itu Samudra Pasai berada di bawah kekuasaan Kesultanan Aceh Darussalam.

b. Kesultanan Aceh Darussalam
Kesultanan Aceh ini didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada 1513. Ia berkuasa dari tahun 1513 sampai 1528. Pengganti Ali Mughayat Syah adalah Sultan Alaudin Riayat Syah yang mengadakan tiga kali penyerangan kerajaan Portugis di Malaka pada tahun 1528, 1560, dan 1568. Namun, penyerangan itu mengalami kegagalan. Sultan Aceh yang pernah membawa Aceh pada puncak kejayaan adalah Sultan Iskandar Muda yang memerintah pada tahun (1607-1636). 

Berikut ini beberapa tindakan yang dilakukan Iskandar Muda untuk memperkuat kerajaan Aceh.
  • Memperluas daerah kekuasaan ke Semenanjung Malaka dengan dikuasainya kerajaan Kedah, Perak, Johor dan Pahang. Daerah pantai barat dan timur Sumatera dikuasainya sampai ke Pariaman yang merupakan jalur masuk Islam ke Minangkabau.
  • Untuk memperlemah kekuasaan Portugis, Iskandar Muda membuka kerja sama dengan Belanda dan Inggris dengan mengijinkan kongsi dagang mereka, yakni VOC dan EIC untuk membuka kantor cabangnya di Aceh.
  • Menyerang Portugis di Malaka dan sempat mengalahkan Portugis di Pulau Bintan pada tahun 1614.
  • Mendirikan Masjid Baiturrahman di pusat ibukota kerajaan Aceh.
c. Kesultanan Demak
Kesultanan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa yang berdiri pada tahun 1478. Pendiri kesultanan Demak adalah Raden Patah (1500-1518). Demak berhasil menjadi kerajaan besar karena letaknya yang strategis dan memiliki hasil pertanian yang melimpah dengan komoditas ekspornya berupa beras. Kemajuan Demak juga tidak dapat dilepaskan dari runtuhnya Majapahit sehingga Demak mendapat dukungan kota-kota pantai utara Jawa yang lepas dari kekuasaan Majapahit. Dalam mengendalikan pemerintahan, Raden Patah didampingi oleh Sunan Kalijaga dan Ki Wanapala. Masjid Agung Demak dibangun oleh Raden Patah, setelah memerintah selama tiga tahun.

Kesultanan Demak mengalami masa kejayaan dibawah pemerintahan Sultan Trenggono tahun 1521 M. Wilayah kekuasaannya hampir meliputi seluruh Jawa. Pada masa pemerintahan Sultan Trenggono, Demak berusaha membendung masuknya Portugis ke Jawa. Setelah Sultan Trenggono meninggal pada 1546 M, Joko Tingkir menantu Sultan Trenggono naik tahta dan memindahkan ibu kota Demak ke Pajang (1568 M).

d. Kesultanan Pajang
Kesultanan Pajang adalah kelanjutan dari Kesultanan Demak. Kerajaan ini dibangun oleh Pangeran Hadiwijaya (Jaka Tingkir) setelah ia memindahkan pusat kerajaan dari Demak ke Pajang, sedangkan Demak dijadikan daerah Kadipaten. Pada saat mengalahkan Arya Penangsang, Pangeran Hadiwijaya dibantu Ki Ageng Pemanahan. Sebagai balas jasa, Hadiwijaya kemudian mengangkatnya sebagai adipati di Mataram. Ki Ageng Pemanahan mempunyai putera yang cakap dalam hal peperangan dan menjadi anak angkat dari Hadiwijaya, yakni Sutawijaya.

Setelah Hadiwijaya meninggal, tahta Pajang dipegang oleh puteranya, Pangeran Benawa. Pada masa ini, muncul pemberontakan yang dilakukan Arya Pangiri putera Sunan Prawoto, yang menghendaki tahta Pajang. Namun, pemberontakan ini berhasil dipadamkan karena ada bantuan dari Sutawijaya. Karena merasa kurang mampu untuk menjalankan pemerintahan Pajang, Pangeran Benawa kemudian menyerahkan tahta Pajang kepada saudara angkatnya, Sutawijaya. Oleh Sutawijaya pusat pemerintahan Pajang kemudian dipindahkan ke Mataram.

e. Kesultanan Mataram Islam
Kesultanan Mataram Islam berdiri pada tahun 1586. Raja-raja yang memerintah Mataram Islam antara lain Sutawijaya, Mas Jolang, dan Sultan Agung. Sutawijaya menjadi Raja Mataram dengan gelar Panembahan Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama.

Selama pemerintahan Sutawijaya, Mataram selalu diliputi oleh api peperangan. Beliau wafat pada tahun 1601. Setelah wafatnya Panembahan Senopati, tahta jatuh kepada puteranya yang bernama Mas Jolang. Berturut-turut, Mas Jolang harus menghadapi pemberontakan yang dilancarkan oleh Demak, Ponorogo, Surabaya, dan Gresik. Pada tahun 1613, dalam sebuah perjalanan pulang dari Surabaya setelah menumpas pemberontakan, Mas Jolang meninggal dunia di Desa Krapyak. Oleh sebab itu, beliau dijuluki Panembahan Seda Krapyak. Kemudian, tahta beralih pada putera Mas Jolang yang bernama Raden Mas Rangsang.

Di bawah pemerintahan Raden Mas Rangsang, cita-cita leluhurnya  untuk mempersatukan seluruh wilayah Jawa di bawah Mataram dapat terlaksana. Masa kejayaan Mataram pun tercapai di bawah pemerintahannya. Sebagai raja besar yang sangat disegani, Raden Mas Rangsang bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo Senopati ing Alaga Ngabdurrahman Khalifatullah Pranotogomo.

Dalam masa pemerintahannya Sultan Agung tidak hanya berambisi untuk memperluas wilayah, tetapi juga berusaha meningkatkan derajat kesejahteraan rakyatnya melalui usaha-usaha berikut ini;
  • Penduduk Jawa yang tergolong padat dipindahkan ke Karawang karena daerah ini mempunyai perladangan dan persawahan yang luas.
  • Dibentuklah suatu susunan masyarakat yang bersifat feodal atas dasar masyarakat yang agraris, yakni terdiri atas pejabat yang diberi tanah garapan.
  • Disusunlah buku-buku filsafat, antara lain Sastra Gending, Niti Sastra, dan Astabrata.
Sultan Agung wafat tahun 1645. Setelah itu, Mataram diperintah oleh raja-raja yang lemah. Hingga akhirnya pada tahun 1755, Mataram dipecah menjadi empat kesultanan, yakni Yogyakarta, Surakarta, Paku Alaman, dan Mangkunegaran. Maka, berakhirlah riwayat Kesultanan Mataram.

f. Kesultanan Banten
Pada awalnya, Banten merupakan pelabuhan atau bandar besar yang berada di bawah kekuasaan Pajajaran. Pada 1511 M, Kesultanan Demak sedang memperluas kekuasaannya di Pulau Jawa. Perluasan wilayah kekuasaan merupakan salah satu usaha perluasan penyebaran agama Islam. Oleh karena itu, Sultan Trenggono dari Kesultanan Demak pada 1522 M mengutus Fatahillah untuk menguasai Banten dengan tujuan sebagai berikut;
  • Menduduki Pelabuhan Banten
  • Menyebarkan dan melindungi umat Islam yang berada di wilayah Banten
  • Mengamankan perdagangan lada dari monopoli Portugis
  • Menggagalkan dan mengusir Portugis dari Sunda Kelapa
Banten mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtaya (1651-1682). Selama masa pemerintahannya, Sultan Ageng terlibat pertempuran melawan VOC sebanyak tiga kali sehingga membuat repor VOC. Kegigihan Sultan Ageng, justru ditentang oleh putera mahkotanya sendiri yang bernama Sultan Haji. Kesempatan ini dimanfaatkan VOC untuk menggunakan politik adu domba sehingga tidak lama kemudian Sultan Ageng dapat ditangkap dan diasingkan hingga beliau wafat.

g. Kesultanan Cirebon
Kesultanan Cirebon didirikan oleh Fatahillah atau Falatehan. Ia menjadi Sultan pertama Cirebon. Ia juga merupakan salah satu anggota walisongo yang di kenal sebagai Sunan Gunung Jati. Pada masa ini Islam dapat berkembang dengan pesat di berbagai daerah Jawa Barat. Setelah Sunan Gunung Jati wafat, ia digantikan cucunya yang dikenal dengan gelar Panembahan Ratu.

Pada masa ini, Cirebon berada di bawah pengaruh Mataram, tetapi keduanya menjalin hubungan dalam suasana perdamaian. Letak Cirebon yang berada di daerah pesisir antara Jawa Tengah dengan Jawa Barat menyebabkan pelabuhannya ramai dikunjungi para pedagang sehingga mendukung perkembangan di Cirebon.

Setelah Panembahan Ratu meninggal, ia digantikan oleh puteranya yang bergelar Panembahan Girilaya. Pada masa akhir Panembahan Girilaya (1650-1662) menjadi sultan, ia membagi kekuasaan Cirebon menjadi dua, yang diperintah oleh puteranya yakni Kesultanan Kasepuhan yang dipimpin Panembahan Sepuh dan Kesultanan Kanoman yang dipimpin oleh Panembahan Anom.

h. Kesultanan Gowa-Tallo (Makassar)
Kerajaan Makassar merupakan gabungan dari dua kerajaan, yakni Kesultanan Gowa dan Kerajaan Tallo. Pusat Kesultanan Makassar adalah di Sombaopu, yang merupakan kota pelabuhan transito yang ramai di Sulawesi. Makassar mengalami kemajuan yang pesat karena beberapa faktor;
  • Letaknya strategis karena menghubungkan Malaka dan Maluku
  • Para pedagang banyak yang hijrah ke Makassar, karena Malaka jatuh ke tangan Portugis.
Para pedagang muslim telah datang ke Makassar sejak abad ke 16. Pada awal abad ke 17 penguasa Makassar memeluk Islam. Raja Gowa, Daeng Manrabia, memakai gelar Sultan Alauddin, sedangkan Raja Tallo, Karaeng Matoaya, memakai gelar Sultan Abdullah Awalul Islam.

Kerajaan Makassar mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin. Ia sangat anti VOC. Hal inilah yang membuat Sultan Hasanuddin. Ia sangat anti VOC. Hal inilah yang membuat VOC ingin menguasai Makassar. Akhirnya VOC berhasil mengalahkan Sultan Hasanuddin setelah bekerjasam dengan Aru Palaka (Raja Bone). Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya 1667.

i. Kesultanan Ternate-Tidore
Kesultanan Ternate dan Tidore adalah dua kesultanan Islam yang berada di Maluku. Kesultanan ini berkembang menjadi kesultanan maritim dan agraris (pertanian) yang maju. Tetapi, di antara kedua kesultanan itu sering terjadi persengketaan memperebutkan daerah kekuasaan di Maluku. Keadaan ini dimanfaatkan oleh bangsa-bangsa asing yang datang ke Maluku.

Pada 1521 M, Portugis memasuki Maluku dan langsung membantu Ternate. Begitu pula dengan Spanyol langsung membantu Tidore. akibatnya, terjadilah perang di antara kedua bangsa asing itu. Persengketaan itu dapat diselesaikan melalui perjanjian Saragosa. Isinya perjanjian itu, yakni Spanyol harus meninggalkan Maluku dan menguasai Filipina. Adapun Portugis untuk sementara dapat menguasai Maluku. Penguasaan Portugis di Maluku mendapat perlawanan dari Sultan Baabullah (1570-1583 M). Usaha Sultan Baabullah mengusir Portugis berhasil pada 1575 M. Atas desakan bangsa Belanda yang merupakan musuh Portugis, akhirnya Portugis meninggalkan Maluku. Kesultanan Ternate mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Baabullah. Sedangkan kesultanan Tidore mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Nuku.

j. Kesultanan Banjar
Kesultanan Banjar di Kalimantan merupakan kesultanan Islam yang mempunyai hubungan erat dengan Kesultanan Demak. Sultan Banjar berjanji jika Kesultanan Demak membantu mereka untuk berperang melawan Nagaradipa (Nagaradaka), ia bersama seluruh rakyatnya akan masuk Islam.

Demak memenuhi permintaan itu dan berperang melawan Nagaradipa. Akhirnya, Kerajaan Nagaradipa dapat dikalahkan oleh pasukan Demak. Oleh sebab itu, sesuai dengan perjanjian, seluruh rakyat Banjar masuk Islam. Peristiwa ini terjadi pada 1550 M.

Sultan pertama Kesultanan Banjar ialah Raja Samudra yang bergelar Sultan Suryanullah atau Suryansyah. Kesultanan Banjar mengalami kemunduran setelah wafatnya Sultan Adam pada 1875 M, ketika Belanda mulai banyak mencampuri urusan pengangkatan Sultan Banjar yang baru.


5. Peninggalan Sejarah Masa Islam di Indonesia
a. Seni Bangunan
1) Masjid
Masjid yang merupakan tempat beribadah atau rumah tempat bersembayang orang-orang Islam. Pada umumnya masjid-masjid pada awal penyebaran Islam di Indonesia memiliki ciri-ciri khusus antara lain atap bertingkat dan berbentuk bujursangkar, ada bangunan serambi, di depan atau disamping terdapat kolam berair, memiliki menara, dan pada umumnya terletak di kota menghadap alun-alun.

Salah satu contoh Masjid peninggalan masa Islam yakni Masjid Demak di Kadilangu, merupakan masjid yang didirikan oleh Walisanga untuk menghormati berdirinya Kerajaan Demak. Di dalam masjid itu terdapat salah satu tiang utama yang disusun dari sepihan kayu sehingga disebut Soko Tatal.

2) Keraton
Keraton dibangun sebagai lambang pusat kekuasaan pemerintahan. Pada umumnya, keraton dibangun mengarah ke utara. Bangunan keraton biasanya dikelilingi oleh  pagar tembok, parit, atau sungai kecil buatan. Halaman keraton terdiri atas tiga bagian. Bagian paling belakang amat disakralkan dan tidak boleh sembarangan orang memasukinya. Di depan keraton terdapat lapangan luas yang disebut alun-alun. Di tengah halaman itu, biasanya terdapat pohon beringin sebagai lambang raja yang mengayomi rakyatnya. Contoh keraton kesultanan-kesultanan Islam, antara lain Keraton Kasepuhan, dan Keraton Kanoman di Cirebon, Keraton Surosowan di Banten, Keraton Mangkunegaraan, Keraton Raja Gowa, Keraton Demak, Keraton Yogyakarta, dan Keraton Surakarta.

3) Makam
Makam adalah tempat dikebumikannya seseorang setelah meninggal dunia. makan kuno yang bercorak Islam biasanya terdiri atas jirat (kijing), nisan, dan cungkup.
  • Jirat atau kijing adalah bangunan yang terbuat dari batu atau tembok yang berbentuk persegi panjang dengan arah lintang utara-selatan.
  • Nisan adalah tonggak pendek yang terbuat dari batu yang ditanam di atas gundukan tanah sebagai tanda kuburan. Umumnya, dipasang di ujung utara dan selatan jirat.
  • Cungkup adalah bangunan mirip rumah yang berada di atas jirat.
Contoh makam kuno bercorak Islam, yakni makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik, makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik, makam Sultan Malik as-Saleh di Pasai Aceh, makam sultan-sultan Mataram di Imogiri, makam Sunan Giri di Giri, makam sultan-sultan Gowa dan Tallo di Sulawesi Selatan, dan makam Sunan Gunung Jati di Cirebon.

b. Seni Rupa
Bentuk peninggalan sejarah bercorak Islam yang termasuk dalam seni rupa, yakni Kaligrafi dan pahatan atau ukiran pada kayu atau batu. Kaligrafi adalah seni menulis indah dengan merangkaikan huruf-huruf Arab, baik berupa ayat-ayat suci Al-Quran ataupun kata-kata mutiara. Kaligrafi ini hiasan yang biasa kita jumpai dalam sebuah masjid dan batu nisan. Misalnya, kaligrafi yang terdapat pada nisan Ratu Nahrarsiyah di Aceh, kaligrafi yang terdapat pada nisan Sultan Malik as-Saleh di Aceh, dan kaligrafi yang terdapat pada dinding Masjid Kalimayat di Jepara.

c. Seni Sastra
Salah satu bentuk peninggalan sejarah bercorak Islam adalah seni Sastra. Contoh seni sastra, yakni; hikayat, babad, sulud, dan syair.
1) Hikayat
Hikayat adalah karya sastra yang berisi ceritera tentang kehidupan manusia. Pada dasarnya, hikayat mengandung nilai untuk membangkitkan semangat hidup manusia, meskpun ada beberapa hikayat yang menceritakan tentang kesedihan. Misal; Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Nabi-Nabi, Hikayat Sultan-Sultan Aceh, serta Hikayat Penjelasan Penciptaan Langit dan Bumi.
2) Babad
Babad adalah karya sastra berupa cerita berlatar belakang sejarah. Karya ini umumnya berupa cerita semata dari pada uraian sejarah yang disertai bukti-bukti dan fakta. Contoh Babad Cirebon, Babad Tanah Jawi, dan Babad Giyanti.
3) Suluk
Suluk adalah kitab-kitab yang berisi masalah gaib, ramalan tentang hari baik atau buruk, dan makna atau simbol tertentu yang dihadapi manusia. Suluk-suluk itu merupakan bagian dari ajaran tasawuf. Suluk merupakan karya sastra tertua peninggalan kesultanan Islam di Indonesia. Contoh Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang, dan Suluk Sukarsa.
4) Syair
Syair adalah puisi lama yang setiap baitnya terdiri atas empat baris yang berakhir dengan bunyi yang sama. Contohnya Syair Perahu dan Syair Si Burung Pingkai karya Hamzah Fansuri.

d. Seni Pertunjukan
Bentuk peninggalan sejarah bercorak Islam yang termasuk dalam seni pertunjukan, misalnya; permainan debus di Banten, Minangkabau, dan Aceh, Tari Seudati di Aceh, rebana, dan Kasidahan.

e. Upacara dan Tradisi
Di masyarakat saat ini berkembang juga bentuk peninggalan sejarah bercorak Islam yang termasuk dalam tradisi dan upacara. Misal; selamatan orang meninggal hari ke-1 sampai ke-7, ziarah ke makam, acara grebeg Mulud, sekaten, upacara Isra’ Miraj, upacara Nifsu Syaban, upacara kelahiran, perkawinan, maupun kematian.

Demikianlah ulasan mengenai Kehidupan Masyarakat pada Masa Islam, yang pada kesempatan ini dapat dibahas dengan lancar. Semoga ulasan di atas dapat bermanfaat bagi yang mau memanfaatkannya. Kiranya cukup sekian, kurang lebihnya mohon maaf dan jangan lupa baca ulasan lainnya.
*Rajinlah belajar demi Bangsa dan Negara, serta jagalah kesehatanmu!!!
*Berjuanglah, dan semoga anda sukses!!!
*Terima kasih, anda sudah berkunjung di !!!