Pada tahun 1906 Mas Ngabehi Wahidin Sudirohusodo, merintis mengadakan kampanye menghimpun dana pelajar (Studie Fund) di kalangan priyayi di Pulau Jawa. Upaya dr. Wahidin ini bertujuan untuk meningkatkan martabat rakyat & membantu para pelajar yang kekurangan dana. Dari kampanye tersebut akhirnya pada tanggal 20 Mei 1908 berdiri organisasi Budi Utomo dengan ketuanya Dr. Sutomo. Organisasi Budi Utomo artinya usaha mulia.
Pada mulanya Budi Utomo bukanlah sebuah partai politik. Tujuan utamanya adalah kemajuan bagi Hindia Belanda. Hal ini terlihat dari tujuan yang hendak dicapai yaitu perbaikan pelajaran di sekolah-sekolah, mendirikan badan wakaf yang mengumpulkan tunjangan untuk kepentingan belanja anak-anak bersekolah, membuka sekolah pertanian, memajukan teknik & industri, menghidupkan kembali seni & kebudayaan bumi putera, & menjunjung tinggi cita-cita kemanusiaan dalam rangka mencapai kehidupan rakyat yang layak.
Namun tidak semua golongan priyayi mendukung berdirinya Budi Utomo dengan alasan yang hampir sama yaitu kaum priyayi birokrasi dari golongan ningrat atau aristikrat mengkhawatirkan eksistensinya karena jika gerakan tersebut mengancam kedudukan kaum aristokrasi yang menginginkan situasi status quo, yaitu keadaan yang dapat menjamin kepentingan mereka. Di kalangan priyayi elite/ gedhe yang mempunyai status mapan kurang senang keberadaan Budi Utomo sehingga para bupati membentuk perkumpulan Regenten Bond Setia Mulia pada tahun 1908 di Semarang untuk mencegah cita-cita Budi Utomo yang dianggap menganggu stabilitas mereka. Sebaliknya, beberapa bupati progresif seperti Tirtokusumo (Karanganyar) sangat mendukung Budi Utomo. Resistensi dikalangan golongan elite priyayi karena terhadap Budi Utomo sebagai hal yang wajar gerakan kaum terpelajar tersebut akan membawa perubahan struktur sosial sehingga kaum intelektual akan mengurangi ruang lingkup kekuasaan elite birokrasi. Meskipun kaum intelektual pada masa awal pergerakan nasional didominasi kaum priyayi namun Budi Utomo dapat membahayakan kedudukan kaum feodal konservatif terkait masalah status sosialnya.
Keunggulan dari dibentuknya Budi Utomo bagi bangsa Indonesia adalah meningkatnya kualitas penduduk di Indonesia. Karena organisasi ini melaksanakan pembelajaran bahasa Belanda. Namun pada awal pembentukan Budi Utomo, organisasi ini memiliki berbagai kendala, yaitu :
a. Pembatasan anggota Budi Utomo hanya untuk masyarakat Jawa & Madura;
b. Tidak mencampuri urusan politik.
Kongres Budi Utomo yang pertama berlangsung di Yogyakarta pada tanggal 3 Oktober – 5 Oktober 1908. Kongres ini dihadiri beberapa cabang yaitu Bogor, Bandung, Yogya I, Yogya II, Magelang, Surabaya, & Batavia. dalam kongres yang pertama berhasil diputuskan beberapa hal berikut.
a. Membatasi jangkauan geraknya kepada penduduk Jawa & Madura.
b. Tidak melibatkan diri dalam politik.
c. Bidang kegiatan adalah bidang pendidikan & budaya.
d. Menyusun pengurus besar organisasi yang diketuai oleh R.T. Tirtokusumo.
e. Merumuskan tujuan utama Budi Utomo yaitu kemajuan yang selaras untuk negara & bangsa.
Terpilihnya R.T. Tirtokusumo yang seorang bupati sebagai ketua rupanya dimaksudkan agar lebih memberikan kekuatan pada Budi Utomo. Kedudukan bupati memberi dampak positif dalam rangka menggalang dana & keanggotaan dari Budi Utomo. Untuk usaha memantapkan keberadaan Budi Utomo diusahakan untuk segera mendapatkan badan hukum dari pemerintah Belanda. Hal ini terealisasi pada tanggal 28 Desember 1909, anggaran dasar Budi Utomo disahkan. dalam perkembangannya, di tubuh Budi Utomo muncul dua aliran berikut:
a. Pihak kanan, berkehendak supaya keanggotaan dibatasi pada golongan terpelajar saja, tidak bergerak dalam lapangan politik & hanya membatasi pada pelajaran sekolah saja.
b. Pihak kiri, yang jumlahnya lebih kecil terdiri dari kaum muda berkeinginan ke arah gerakan kebangsaan yang demokratis, lebih memerhatikan nasib rakyat yang menderita.
Adanya dua aliran dalam tubuh Budi Utomo menyebabkan terjadinya perpecahan. Dr. Cipto Mangunkusumo yang mewakili kaum muda keluar dari keanggotaan. Akibatnya gerak Budi Utomo semakin lamban. Berikut ini ada beberapa faktor yang menyebabkan semakin lambannya Budi Utomo.
a. Budi Utomo cenderung memajukan pendidikan untuk kalangan priyayi daripada penduduk umumnya.
b. Lebih mementingkan pemerintah kolonial Belanda dari pada kepentingan rakyat Indonesia.
c. Menonjolnya kaum priyayi yang lebih mengutamakan jabatan menyebabkan kaum terpelajar tersisih.
Setelah Dr. Cipto Mangunkusumo meninggalkan Budi Utomo, tidak ada kontroversi dalam organisasi itu namun Budi Utomo kehilangan kekuatan yang progresif sehingga perkembangan selanjutnya didominasi golongan ningrat atau aristokrat. Dengan demikian, Budi Utomo tumbuh menjadi organisasi yang moderat, kooperatif terhadap pemerintah Hindia Belanda & evolusioner.
Selanjutnya, Budi Utomo mengalami stagnasi & aktivitasnya hanya terbatas pada penerbitan majalah Goeroe Desa dan beberapa petisi yang ditujukan kepada pemerintah Hindia Belanda dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Kelambanan aktivitas Budi Utomo disebabkan para pengurus atau pemimpin mereka berstatus sebagai pegawai atau bekas pegawai pemerintah. Status tersebut menjadikan mereka takut bertindak & lemah dalam gerakan kebangsaan. Disamping itu, Budi Utomo mengalami kemandegan sejak awal permulaannya karena kekurangan dana & kurangnya pemimpin yang dinamis. Pada akhirnya Budi Utomo diangap sebagai organisasi yang lemah & juga terlalu sempit karena keanggotannya terbatas pada daerah yang berbudayaan Jawa sehingga ditinggal masyarakat.
Sejak meletus Perang Dunia I tahun 1914, Budi Utomo mulai terjun dalam bidang politik. Hal ini dapat dibuktikan dengan peristiwa sebagai berikut :
1) Dalam rapat umum Budi Utomo di Bandung tanggal 5 & 6 Agustus 1915 menetapkan mosi, agar dibentuk milisi bagi bangsa Indonesia namun melalui persetujuan parlemen. Pembentukan milisi berhubungan dengan meletusnya Perang Dunia I tahun 1914. Meskipun Belanda & Hindia Belanda tidak terlibat dalam Perang Dunia I, ancaman peperangan berpengaruh terhadap penduduk Belanda di Hindia Belanda. Kekhawatiran bukan berasal dari tentara Jerman namun intervensi pasukan Jepang.
2) Budi Utomo menjadi bagian dalam Komite “ Indie Weerbaar” yaitu misi ke Negeri Belanda dalam rangka untuk pertahanan Hindia Belanda. Djidjosewoyo sebagai wakil Budi Utomo dalam misi tersebut berhasil mengadakan pendekatan-pendekatan dengan pejabat Belanda. Meski Undang-undang wajib militer atau pembentukan suatu milisi gagal dipenuhi pemerintah Belanda, ternyata parlemen Belanda menyetujui pembentukan Volksraad (Dewan Rakyat) bagai Hindia Belanda. Budi Utomo segera membentuk sebuah Komite Nasional untuk menghadapi pemilihan anggota Volksraad meskipun demikian Komite Nasional ini tidak dapat berjalan sesuai harapan.
Berikut ini beberapa bentuk peran politik Budi Utomo.
a. Melancarkan isu pentingnya pertahanan sendiri dari serangan bangsa lain.
b. Menyokong gagasan wajib militer pribumi.
c. Mengirimkan komite Indie Weerbaar ke Belanda untuk pertahanan Hindia.
d. Ikut duduk dalam Volksraad (Dewan Rakyat).
e. Membentuk Komite Nasional untuk menghadapi pemilihan anggota volksraad.
Volksraad dibuka secara resmi oleh GubernurJenderal Van Limburg Stirum pada tanggal 18 Mei 1918. Pada tahun 1921 dalam salah satu konggresnya, Budi Utomo menuntut agar keanggotaan Volksraad dari pribumi diperbanyak. Meskipun demikian di dalam sidang Volksraad, wakil-wakil Budi Utomo tetap berhati-hati dalam melancarkan kritik kepada pemerintah Hindia Belanda.
Dengan memanfaatkan kesempatan krisis tersebut, para anggota Volksraad yang radikal menuntut perubahan bagi Volksraad & kebijakan politik Hindia Belanda. Unsur-unsur radikal dalam Budi Utomo menjadi lebih berperan sejak krisis November tersebut. Ketika di Volksraad berdiri badan Radicale Concentratie, Budi Utomo berperan aktif dalam aktivitas tersebut. Namun Gubernur Jenderal yang baru yaitu Mr. D. Fock mengambil kebijakan lebih tegas menanggapi peristiwa di atas. Anggaran pendidikan Budi Utomo dikurangi secara drastis oleh pemerintah. Sebagai akibatnya terjadi perpecahan antara golongan radikal & golongan moderat di Budi Utomo.
Volksraad dibuka secara resmi oleh GubernurJenderal Van Limburg Stirum pada tanggal 18 Mei 1918. Pada tahun 1921 dalam salah satu konggresnya, Budi Utomo menuntut agar keanggotaan Volksraad dari pribumi diperbanyak. Meskipun demikian di dalam sidang Volksraad, wakil-wakil Budi Utomo tetap berhati-hati dalam melancarkan kritik kepada pemerintah Hindia Belanda.
Dengan memanfaatkan kesempatan krisis tersebut, para anggota Volksraad yang radikal menuntut perubahan bagi Volksraad & kebijakan politik Hindia Belanda.Unsur-unsur radikal dalam Budi Utomo menjadi lebih berperan sejak krisis November tersebut. Ketika di Volksraad berdiri badan Radicale Concentratie, Budi Utomo berperan aktif dalam aktivitas tersebut. Namun Gubernur Jenderal yang baru yaitu Mr. D. Fock mengambil kebijakan lebih tegas menanggapi peristiwa di atas. Anggaran pendidikan Budi Utomo dikurangi secara drastis oleh pemerintah. Sebagai akibatnya terjadi perpecahan antara golongan radikal & golongan moderat di Budi Utomo.
Pada konggres Budi Utomo tahun 1923 diusulkan adanya asas non kooperatif sebagai asas perjuangan namun ditolak oleh sebagaian peserta konggres. Penolakan ini disebabkan para anggota & pengurus Budi Utomo mayoritas pegawai-pegawai pemerintah sehingga akan menyulitkan posisi mereka. Dr. Sutomo yang tidak puas dengan Budi Utomo pada tahun 1924 mendirikan Indonesische Studieclub di Surabaya. Penyebabnya adalah asas “Kebangsaan Jawa” dari Budi Utomo sudah tidak relevan dengan perkembangan rasa kebangsaan yang menuju pada sifat nasional. Indonesische Studieclub ini pada perkembangannya menjadi Persatuan Bangsa Indonesia.
Pada tahun 1927 Budi Utomo masuk dalam PPPKI (Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia yang dipelopori Ir. Sukarno. Meskipun demikian, Budi Utomo tetap eksis dengan asas kooperatifnya. Pada tahun 1928 Budi Utomo menambah asas perjuangannya yaitu: medewerking tot de verwezenlijking van de Indonesische eenheidsgedachte ( ikut berusaha untuk melaksanakan cita-cita persatuan Indonesia). Hal ini sebagai isyarat bahwa Budi Utomo menuju kehidupan yang lebih luas tidak hanya Jawa & Madura namun meliputi seluruh Indonesia. Usaha ini diteruskan dengan mengadakan fusi dengan PBI (Persatuan Bangsa Indonesia) suatu partai pimpinan Dr. Sutomo. Fusi ini terjadi pada tahun 1935, hasil fusi melahirkan Parindra (Partai Indonesia Raya), sehingga berakhirlah riwayat Budi Utomo sebagai organisasi pergerakan pertama di Indonesia.